Sukses Beternak Kambing, TKI Indramayu Ogah Kembali ke Luar Negeri

Sukses Beternak Kambing, TKI Indramayu Ogah Kembali ke Luar Negeri

Kabupaten Indramayu menjadi pengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) terbesar di Jawa barat. Menariknya, mereka yang pulang rata-rata tidak mau kembali ke luar negeri. Mengapa?

M. HILMI SETIAWAN, Indramayu

LOKASI penggemukan kambing itu ada di Desa Gelarmendala, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu. Kandang kambing dibuat semacam rumah panggung. Kandang disekat dengan ukuran sekitar 1 meter persegi untuk seekor kambing. Total kapasitas kandang itu adalah 100 kambing.

Muniah, koordinator Griya Embek, mengatakan bahwa program penggemukan kambing itu dibuat mantan TKI sejak Januari lalu. Dia adalah satu di antara sepuluh anggota kelompok tersebut. Mereka mendapat pendampingan dari International Organization for Migration (IOM) dan Garda Buruh Migran Indonesia.

Perempuan yang pernah bekerja di Arab Saudi itu mengatakan, usaha penggemukan kambing tersebut masih dikembangkan. "Dari kapasitas 100 ekor kambing, masih terisi 30 ekor," katanya. Meski begitu, mereka sudah "panen" tiga kali.

Skema yang mereka pakai adalah berbelanja kambing berbobot 20 kg. Harganya sekitar Rp 34 ribu/kg untuk kambing betina dan Rp 43 ribu/kg untuk kambing jantan. Jadi, harga rata-rata seekor kambing Rp 680 ribu hingga Rp 860 ribu.

Awalnya mereka membeli kambing dari Lampung Pertimbangannya adalah kualitas kambing bagus dan harga miring. Tetapi, pada praktiknya, mereka malah rugi. Sebab, dalam perjalanan, banyak kambing yang mati. "Mungkin karena kejauhan dari Lampung ke Indramayu. Kambingnya stres," kata perempuan 41 tahun itu.

Akhirnya, pada masa penggemukan kedua, ketiga, dan yang akan datang, mereka mendatangkan kambing dari Garut. Lebih aman dan murah harganya.

Perempuan yang menjadi TKI tidak sampai setahun itu menuturkan, masa penggemukan kambing berjalan sekitar tiga bulan. Selama masa penggemukan itu, bobot setiap kambing bisa bertambah 9 kg sampai 10 kg. Jadi, untuk seekor kambing yang sukses digemukkan, mereka bisa mendapatkan pemasukan sampai Rp 400 ribu. Jika dihitung untuk 30 ekor kambing, total hasil penjualannya mencapai Rp 12 juta. Kambing dijual kepada tengkulak untuk dikirim ke kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung.

Dengan jumlah anggota sepuluh mantan TKI, mereka mendapatkan minimal Rp 1 juta setiap orang. "Tetapi, jangan dilupakan urusan makan kambingnya. Pakannya rumput kering," ujar Muniah.

Seekor kambing membutuhkan pakan sampai 1 kg/hari. Harganya Rp 2.000 per kg. Selama penggemukan, dibutuhkan biaya pakan Rp 180 ribu. Untuk 30 ekor kambing yang digemukkan, dibutuhkan biaya pakan Rp 5,4 juta. "Hitungan bersihnya, setiap anggota mendapatkan laba Rp 250 ribuan sekali masa penggemukan," kata dia. Untuk masa awal penggemukan kambing itu, pembiayaan mereka dibantu IOM.

Hasil usaha penggemukan kambing tersebut memang belum signifikan. Tetapi, jika seluruh kandang sudah terisi kambing, Muniah yakin penghasilan rekan-rekannya bisa naik. "Sehingga bisa mencegah keberangkatan kembali para mantan TKI ke luar negeri," kata dia.

Yang tidak masuk kelompok Griya Embek bisa mengambil lini usaha penjual pakan kambing. Muniah memprioritaskan membeli pakan kambing dari keluarga TKI atau mantan TKI.

Desa Gelarmendala merupakan basis TKI di Indramayu. Mayoritas TKI di desa itu bekerja di Timur Tengah. Berdasar data Pusat Penelitian dan Pengembangan Informasi (Puslitfo) BNP2TKI, jumlah TKI asal Indramayu yang berangkat ke luar negeri selama tiga tahun berturut-turut sebanyak 80.015. Perinciannya, 29.966 orang pada 2011, 28.524 orang (2012), dan 21.525 orang (2013). (*/c10/ca)